Wednesday, February 22, 2012

Konosemen atau Bill of Lading (B/L)

BILL OF LADING (B/L) atau KONOSEMEN

A. DEFINISI

Bill of Lading (B/L) atau biasa disebut juga Konosemen adalah surat tanda terima barang yang telah dimuat di dalam kapal laut yang juga merupakan tanda bukti kepemilikan barang dan juga sebagai bukti adanya kontrak atau perjanjian pengangkutan barang melalui laut. Banyak istilah yang pengertian dan maksudnya sama dengan B/L seperti Air Waybill untuk pengangkutan dengan pesawat udara, Railway Consignment Note untuk pengangkutan menggunakan kereta api dan sebagainya.

Untuk lebih memudahkan pemahaman disini kita menggunakan istilah B/L. Dalam bahasa Indonesia B/L sering disebut dengan konosemen, merupakan dokumen pengapalan yang paling penting karena mempunyai sifat jaminan atau pengamanan. Asli B/L menunjukkan hak pemilikan atas barang-barang dan tanpa B/L seseorang atau pihak lain yang ditunjuk tidak dapat menerima barang-barang yang disebutkan didalam B/L.


B. PIHAK-PIHAK YANG TERCANTUM DALAM B/L


Penggunaan B/L sebagai bagian dari dokumen yang dibutuhkan dalam perdagangan ekspor impor melibatkan berbagai pihak, antara lain:
  1. Shipper yaitu pihak yang bertindak sebagai beneficiary dan atau pengirim (ekportir).
  2. Consignee yaitu pihak yang ditetapkan dalam L/C dan atau penerima (importir)
  3. Notify party yaitu pihak yang diberitahukan tentang tibanya barang-barang
  4. Carrier yaitu pihak pengangkutan atau perusahaan pelayaran

C. FUNGSI POKOK B/L


B/L memiliki fungsi antara lain:
  1. Bukti tanda penerimaan barang, yaitu barang-barang yang diterima oleh pengangkut (carrier) dari shipper (pengirim barang atau eksportir) ke suatu tempat tujuan dan selanjutnya menyerahkan barang-barang tersebut kepada pihak penerima (consignee atau importir)
  2. Bukti pemilikan atas barang (document of title) , yang menyatakan bahwa orang yang memegang B/L merupakan pemilik dari barang-barang yang tercantum pada B/L/
  3. Bukti perjanjian pengangkutan dan penyerahan barang antara pihak pengangkut dengan pengiriman.

D. PEMILIKAN BILL OF LOADING (B/L)


Kepemilikan suatu B/L dapat didasarkan kepada beberapa hal antara lain:

1. B/L atas pemegang (Bearer B/L)
Jenis B/L ini jarang digunakan. Yang dimaksud dengan “bearer” adalah pemegang B/L dan karena itu setiap orang yang memegang atau memiliki B/L tersebut dapat menagih barang-barang yang tersebut pada B/L. Jenis ini mencantumkan kata “bearer” di bawah alamat consignee.
2. Atas nama dan kepada order (B/L made out to order)
Pada B/L ini akan tercantum kalimat “consigned to order of” di depan atau di belakang nama consignee atau kepada notify address. Biasanya syarat B/L demikian ini ditandai dengan mencantumkan kata order pada kotak consignee pada B/L yang bersangkutan.
Pemilikan B/L ini dapat dipindahkan oleh consignee kepada orang lain dengan endorsement yaitu menandatangani bagian belakang B/L tersebut.
3. B/L atas Nama (straight B/L)
Bila sebuah B/L diterbitkan dengan mencantumkan nama si penerima barang (consignee) maka B/L tersebut disebut B/L atas nama (straight B/L). Pada straight B/L menggunakan kata-kata “consigned to” atau “to” yang diletakkan diatas alamat dari consignee tersebut. Apabila diinginkan pemindahan hak milik barang-barang tersebut maka haruslah dengan cara membuat pernyataan pemindahan hak milik yang disebut declaration of assignment, dan bilamana dilakukan endorsement maka pemindahan pemilikan tersebut tidak dianggap berlaku.

E. JENIS-JENIS B/L


Suatu B/L dapat dibedakan berdasarkan penyataan yang terdapat pada B/L tersebut, dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:

1. Received for Shipment B/L
B/L yang menunjukkan bahwa barang-barang telah diterima oleh perusahaan pelayaran untuk dikapalkan, tetapi belum benar-benar dimuat atau dikapalkan pada batas waktu yang ditetapkan dalam L/C yang bersangkutan. Resiko yang mungkin akan terjadi pada B/L jenis ini adalah:
  • Kemungkinan barang akan dimuat dengan kapal lain.
  • Bila terjadi pemogokan, barang-barang tersebut terbengkalai dan rusak.
  • Kemungkinan penambahan ongkos atau biaya lain seperti sewa gudang dan sebagainya.
2. Shipped on Bard B/L
B/L yang dikeluarkan apabila perusahaan perkapalan yang bersangkutan mengakui bahwa barang-barang yang akan dikirim benar-nebar telah berada atau dimuat diatas kapal.
3. Short Form B/L
B/L yang hanya mencantumkan catatan singkat tentang barang ynag dikapalkan (tidak termasuk syarat-syarat pengangkutan).
4. Long Form B/L
B/L yang memuat seluruh syarat-syarat pengangkutan secara terperinci.
5. Through B/L
B/L yang dikeluarkan apabila terjadi transhipment akibat dari tidak tersedianya jasa langsung ke pelabuhan tujuan.
6. Combined Transport B/L
B/L yang digunakan pada saat terjadi transhipment dilanjutkan kemudian dengan pengangkutan darat.
7. Charter Party B/L
B/L yang digunakan apabila pengangkutan barang menggunakan “charter” (sewa borongan sebagian / sebuah kapal).
8. Liner B/L
B/L yang dikeluarkan untuk pengangkutan barang dengan kapal yang telah memiliki jalur perjalanan serta persinggahan yang terjadwal dengan baik.

F. KONDISI B/L


Kondisi suatu B/L dapat dinyatakan dalam beberapa kategori berdasarkan keadaan barang yang diterima untuk di muat:

1. Clean B/L
B/L yang didalamnya tidak terdapat catatan-catatan tentang kekurangan-kekurangan mengenai barang serta menyatakan barang yang dimuat dalam keadaan baik dan lengkap dengan tidak ada cacat. Pada B/L tersebut terdapat kata-kata: “Shipped in apparent good order and conditions on board ………”
2. Unclean B/L
B/L yang didalamnya terdapat catatan menyatakan barang yang tidak sesuai dengan syarat-syarat L/C dan terdapat kerusakan pada barang. Biasanya catatan tersebut dinyatakan dalam kata-kata: old gunny bag, stained case, straw wrapped only, unprotected dan sebagainya.
3. Stale B/L
B/L yang belum sampai kepada consignee atau agennya ketika kapal pembawa barang-barang telah tiba di pelabuhan tujuan .
Masalah yang timbul bila barang-barang tidak diambil di pelabuhan tujuan dapat terjadi seperti:
  • Kemungkinan pencurian dan pencurian kecil-kecilan ( pilferage)
  • Penalty yang dibebankan pengusaha pelabuhan tiap hari (biaya demurrage/detention)
  • Kerusakan-kerusakan barang
  • Penjualan melalui lelang umum
Oleh karena itu Stale B/L dapat dihindarkan dengan cara:
  • Mengizinkan pengiriman B/L langsung kepada pembeli tanpa melaui bank
  • Mengizinkan pengiriman B/L langsung kepada agen di negara pembeli
  • Mengizinkan pengiriman B/L langsung kepada kapal pengangkut

G. PENANGANAN B/L


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menangani penerimaan B/L khususnya oleh petugas bank yang terlibat di dalamnya antara lain:

1. B/L harus diterima langsung dari maskapai pemgapalan atau pengangkutan yang menerbitkannya.

2. Pada B/L harus disebutkan nama dan alamat eksportir, consignee, order dari bank devisa yang melegalisier.

3. B/L harus ditandatangani oleh pejabat yang berhak menandatanganinya, specimen tanda tangan telah ada pada bank.

4. B/L harus dicocokan dengan Invoice dan L/C dalam hal:
  • Nomor dan tanggal L/C serta nama bank pembuka L/C
  • Nama, jumlah dan ukuran barang
  • Pelabuhan pengiriman
  • Pelabuhan tujuan
  • Pihak pengirim dan penerima
5. Bank harus dapat mengenal dan membedakan syarat-syarat B/L yang dapat diterima dari jenis-jenis pernyataan dalam B/L yang ada, yaitu:
  • a. Shipped on Board B/L: dapat diterima
  • b. Received for Shipment: tidak dapat diterima dan harus minta “L/C amendment”
6. Bank tidak dibenarkan menerima atau menegosiasi Unclean B/L kecuali syarat L/C tegas-tegas mengizinkannya.

7. Tanggal B/L tidak boleh melewati batas tanggal pengapalan terakhir

8. B/L harus cocok dengan L/C tentang pelaksanaan pembayaran freight (prepaid, payable at destination atau collect).

9. Dalam hal ekspor dilaksanakan dengan transshipment, harus diteliti apakah:
  • Diminta through B/L dengan second carrier endorsement atau cukup dengan through B/L tanpa second carrier endorsement.
  • Diminta B/L issued by second carrier (hanya diizinkan untuk pelaksanaan transhipment di dalam negri kecuali ada perubahan peraturan).

Tuesday, February 21, 2012

Atasi Anemia Dengan Makan Sehat

Kekurangan darah dapat memicu resiko anemia. Jika jumlah darah Anda menurun, sebaiknya Anda mengonsumsi makanan bernutrisi yang dapat menaikkan jumlah sel darah merah dalam tubuh.

Berikut adalah zat pada makanan yang diperlukan untuk menaikkan jumlah sel darah merah, seperti dilansir melalui Boldsky, Jumat (17/2).

Buah Bit (beetroot)

Buah Bit atau beetroot merupakan buah yang kaya zat besi, dan protein yang dibutuhkan tubuh untuk meningkatkan sel-sel darah dan memperlancar aliran darah. Buah ini juga dianggap sebagai racun alami dan pembersih darah. Jadi pastikan buah bit masuk dalam daftar makanan sehat Anda yang juga menjadi sumber baik akan vitamin C.

Sayuran Hijau

Sayuran hijau seperti bayam, seledri, kubis, lobak, kembang kol, kangkung, selada dan kentang manis merupakan sehat bagi tubuh. Dengan mengonsumsi sayuran ini, Anda bisa mengontrol berat badan dan juga menaikkan jumlah darah dalam tubuh. Sayuran hijau juga turut menjaga sistem pencernaan agar tetap aktif.

Zat Besi

Zat besi merupakan mineral yang amat penting bagi tubuh. Zat besi tak hanya membuat tulang kuat tetapi juga memasok oksigen dalam sistem peredaran darah. Kekurangan zat besi bisa menyebabkan anemia. Maka, makanlah makanan yang mengandung zat besi, seperti daging merah, kurma, tiram, kentang, asparagus, dan kismis.

Kacang Almond

Kacang ini kaya akan zat besi dan dapat meningkatkan aliran darah dalam tubuh. Satu ons almond setiap hari membantu memenuhi 6 persen kebutuhan zat besi harian.

Buah

Orang anemia tak hanya disarankan untuk mengonsumsi sayuran hijau, namun juga buah-buahan segar. Pilihlah buah aprikot, semangka, apel, anggur, kismis, plum dan ara kering untuk meningkatkan aliran darah dalam tubuh.

Semoga bermanfaat.

Tuesday, February 14, 2012

ISPM 15 - Regulasi Mengenai Kemasan Kayu

Peraturan Menteri Pertanian tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pemasukan Pembungkus Kayu (Wood Packaging) Ke dalam Wilayah Indonesia.*)

Badan Karantina Pertanian Telah lama menotifikasi Permentan tentang importasi wood packaging material ke sekretariat WTO No. G/SPS/IDN/27 dan telah banyak pihak yang menanyakan kapan efektif diberlakukan. Ketentuan tersebut merupakan penerapan International Standar for Phytosanitary Measures (ISPM) No. 15 yang di keluarkan oleh International Plant Protection Convention (IPPC).

I. Pendahuluan

1.1. Latar belakang
Kayu sebagai material pengepakan, penyangga, pelindung dan pembungkus barang sering digunakan dalam perdagangan internasional, baik ekspor, impor maupun yang dilalulintaskan antar area. Penggunaan kayu tersebut sering kali di gunakan berulang kali, di daur ulang dan dirakit kembali sebagai fungsi pengepakan termasuk sebagai penyangga forklift (dunnage). Kegunaan fungsi kayu tersebut akhirnya tercampur dengan kayu lainnya baik dari luar negeri maupun kayu lokal sehingga tidak diketahui asal usul kayu tersebut serta sulit sekali diidentifikasi. Dengan demikian status kesehatan tumbuhan menjadi tidak jelas dan menjadi media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK). Pembuatan kayu sebagai penyangga (gambar 1) umumnya menggunakan kayu bekas, atau kayu karet, kayu albasia yang standarnya masih kurang memadai.



clip_image002[4]

Gambar 1. Kayu penyangga (pallet) lokal


Standar ISPM No. 15 tentang material kayu untuk pembungkus (wood packaging material) dalam perdagangan international mengatur tata cara dan prosedur ekspor dan impor. Standar pengaturan fitosanitari yang telah dipublikasikan tersebut bertujuan untuk mengurangi resiko pemasukan organisme pengganggu tumbunan (OPT) yang berasosiasi dengan materi kayu sebagai pembungkus termasuk kayu penyangga (dunnage) yang terbuat dari bahan kayu (coniferous) atau bagian tumbuhan lainnya (raw wood) temasuk pula wood packaging material yaitu kayu atau produk asal kayu produk kertas yang digunakan untuk menunjang, melindungi atau pembungkus komoditi termasuk penyangga kayu (dunnage).

1.2. Ruang Lingkup

clip_image004[4]
Ruang lingkup yang dimaksud sebagai wood packaging material misalnya pallets, dunnage, crating, packing block, drum, cases, load boards, pallet collars dan skids yang sering digunakan pada komoditas impor, yang luput dari pemeriksaan dan ketentuan fitosanitari. Standar penyangga dari kayu (gambar 2) dan pembatas kayu didalam alat angkut (gambar 3) dan penyangga kayu dalam kontainer (gambar 4) termasuk jenis pembungkus kayu untuk mesin, peralatan yang merupakan pembukus utuh (package) (gambar 5) harus memenuhi persyaratan internasional sebelum digunakan dan dilalu-lintaskan.



clip_image008[4]

Pakaging material yang terbuat dari plywood, board particle, papan penyangga, atau kayu lapis (veneer) yang terbuat atau diproses dengan lem, dipanasi dan dipres bertekanan dengan kimia, sehingga dipandang bukan sebagai media pembawa OPT sehingga tidak termasuk dalam yang diatur pada ketentuan fitosanitari. Material lain yang tidak termasuk pada kententuan adalah veneer peeler core yang pembuatannya melalui proses temperature bertekanan (corrugated) seperti pada gambar 6, sawdust, wood wol, shavings dan raw wood yang dipotong kecil sehingga bukan merupakan media pembawa OPT dan termasuk pula plastic pallet (gambar 7)





clip_image011[4]

clip_image012[4]

Pemilihan tindakan perlakuan untuk kayu sebagai pembungkus tersebut didasarkan pada pertimbangan: jenis organisme tumbuhan yang dapat terbawa, efikasi kimiawi dari tindakan dikenakan, serta kelayakan teknis dan ekonomis. Tindakan Perlakuan yang dikenakan adalah dengan perlakuan panas, fumigasi methyl bromide dan yang penting adalah pelebelan (permanent label) pada kayu packing material termasuk dunnage.

Terhadap pemasukan solid wood packing material ke dalam wilayah Indonesia telah disusun dan dinotifikasi ke WTO peraturan menteri pertanian untuk pemasukan wood packing material yang bertujuan mencegah organisme pengganggu tumbuhan yang terbawa oleh kayu sebabai pembungkus. Notifikasi tersebut No. G/SPS/N/IDN/27 yang waktu sudah terlampaui dan saat ini belum ada sanggahan atau pertanyaan dari negara lain yang berarti secara resmi sudah di umumkan ke internasional. Saat ini dilakukan sosialisasi dengan maksud untuk public hearing di dalam negeri.

Organisme Pengganggu Tumbuhan yang terpenting adalah mencegah penyebaran nematoda Bursaphelenchus xylophilus dan vektornya. Sebagaimana diketahui nematoda tersebut sudah tersebar dibeberapa negara dan dapat potensi kerugian ekonomi akibat nematoda tersebut saat ini menjadi masalah penting dimana banyak menimbulkan kerugian pada pertanian dan industri kehutanan lainnya. Vektor penyebaran nematoda B. xylophilus juga dicegah tangkal yaitu kumbang Rhynchophorus palmarum dan berbagai spesies kumbang Monochamus spp. Kedua vector tersebut dapat menjadi media penyebaran bagi B. xylophilus dan Radinaphelenchus cocophilus. Kumbang serangga lain yang dicegah adalah Asia longhorn beetle. Beberapa OPT lain yang terdapat pada kayu sebagai pembungkus yaitu antara lain:




Pada bagian

Rayap

Kalotermitidae

dalam kayu


Rhinotermitidae



Armillaria



Phellinus





Cendawan

Ganoderma spp.



Ophiostoma



Ceratocystis spp.



Heterobasidion spp.



Ceratocystis fimbriata



Amylostereum areolatum





Serangga



Penggerek kayu

Anoplophora glabripennis


Tawon (wasp) kayu

Sirex noctulio




Di bawah

Cendawan

Ophiostoma

Kulit Kayu


Ceratocystis spp.



Erythricium (corticium) salmonicolor



Ceratocystis fimbriata



Ceratocystis polonica





Serangga



Kumbang kulit kayu

Scolytus intricatus



Hylurgus ligniperda



Ips typographus



Orthotomicus erosus




Pada

Kupu Moth

Lymantria dispar (Asian biotype)

Kulit kayu


Lymantria monacha



Sarsinia violascens


Kutu Kayu

Aradus cinnamomeus


Jangkrik

Pterophulla beltrani







II. Prosedur Operasional

2.1 Prosedur Impor

Pemeriksaan packing material untuk impor dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku pada semua packing material yang masuk. Dengan demikian pemeriksaan packing material juga menjadi objek wajib periksa karantina yang pelaksanaannya bekerjasama dengan agen pelayaran, Bea dan cukai, Otoritas Pelabuhan dan Bandara dimana instansi terkait tersebut harus meninjau pengaturan persyaratan packing material. Pemeriksaan packing material tersebut termasuk pula dilengkapi oleh PC Negara asal dan di label sebagai tanda telah bebas OPT dengan tindakan perlakuan.

2.2 Prosedur Ekspor

Persyaratan ekspor yang harus dipenuhi pada packing material adalah pihak yang berwenang (NPPO atau Badan Karantina Pertanian) menetapkan persyaratan standar untuk packing material. Termasuk monitoring certification dengan mengeluarakan Phytosanitary certificate dan system pe-label-an dan perlakuan serta prosedur pemeriksaan untuk ekspor sesuai dengan persyaratan Negara tujuan dan menerapkan prosedur sesuai Expor certification system ISPM No.7. Badan Karantina Pertanian menerapkan registrasi atau akreditasi dan auditing pada fumigator.
Sebagai contoh adanya statement "THIS SHIPMENT CONTAINS NO SOLID WOOD PACKING MATERIAL" atau "THE SOLID WOOD PACKING MATERIAL IN THIS SHIPMENT IS NOT CONIFEROUS WOOD" pada dokumen Bill of Lading dan atau invoice. Bila terdapat pembukus kayu maka persyaratan PC, treatment dan ketentuan label harus memenuhi standar persyaratan negara tujuan atau sesuai standar internasional.

Untuk keperluan tersebut diperlukan adanya PACKING DECLARATION yang menyertai dokumen

2.3 Pemusnahan

Pemusnahan atau penolakan pada pelabuhan pemasukan apabila tidak tersedia perlakuan untuk membebaskan OPT/OPTK yang terbawa dengan media pembawa pada packing material. Pemusnahan dapat dilakukan dengan cara di bakar, atau di kembalikan/re-ekspor ke Negara pengimpor (manufacture of oriented strand board) packing material. Metode lain pemusnahan harus sesuai dengan target pest dan rekomendasi dari Badan Karantina Pertanian.

III. Standar Perlakuan

Standar perlakuan sesuai Annex I ISPM No. 15 adalah:

3.1. Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Standar perlakuan panas adalah 56o C selama 30 menit. Standar perlakuan ini adalah standar dengan pertimbangan bahwa umumnya OPT dapat dibebaskan dan layak secara komersial. Walaupun ada beberapa OPTK yang toleran terhapat temperature tinggi, dan untuk itu perlakuan panas yang lebih tinggi tergantung pada OPT sesuai standar yang ditetapkan oleh NPPO atau Badan Karantina Pertanian.

3.2. Fumigasi

Minimum standar fumigasi dengan methyl bromide adalah sebagai berikut:

Temperatur


Dosis gr/m3

Minimum konsentrasi (g/m3) pada CT

2 Jam

4 Jam

12 Jam

24 jam

21o C atau lebih

48

36

31

28

24

16o C atau lebih

56

42

36

32

28

11o C atau lebih

64

48

42

36

32

Dosis standar 48 gr/m3/min.temperatur 21o C / 24 jam, dan minimum temperatur tidak boleh kurang dari 10 o C dan waktu paparan fumigasi tidak boleh kurang dari 24 Jam.

Daftar OPT yang dapat dibebaskan berdasarkan Perlakuan panas dan fumigasi methyl bromide sesuai perlakuan di atas adalah untuk serangga: Anobiidae, Bostrichidae, Buprestidae, Cerambycidae, Curculionidae, Isoptera, Lyctidae (dengan beberapa pengecualian perlakuan panas), Oedemeridae, Scolytidae, Siricidae. Golongan Nematoda adalah Bursaphelenchus xylophilus.

3.4. Pelabelan / Marking

Label di bawah ini adalah penanda yang tersetifikasi pada packing material telah mendapat perlakuan sesuai dengan standar. Logo yang harus ditempel pada kayu yang mendapat perlakuan panas (Heat Treatment) seperti gambar 8 di bawah ini:






clip_image014

Keterangan:

XX: Kode Negara

Indonesia adalah: I D

000: Nomor Registrasi

YY - Heat Treatment (HT).

Kiri lambang IPPC




Logo untuk perlakuan fumigasi dengan methyl bromida adalah seperti gambar 9 :






clip_image015[4]

Keterangan:

XX: Kode Negara

Indonesia adalah: I D

000: Nomor Registrasi

YY - DB : Treatment

Methyl Bromida (MB),

Kiri lambang IPPC




Sebelah kiri adalah pada ISPM yang lama adalah symbol serangga digaris miring, dan saat ini lambang serangga tsb telah direvisi dengan lambang IPPC dan setiap anggota IPPC dapat mempergunakan logo tersebut. Sisi lainnya menggunakan ISO 3166 dengan kode negara dua huruf sebagai kode yang khusus, yang disarankan oleh NPPO atau karantina dan label ini dibuat permanen dan dikerjakan oleh pembuat/penghasil (producer) packing material dimana pemasangan logo sesuai dengan perlakuan (HT, MB, KD dll) yang dilakukan atau diawasi oleh Karantina Tumbuhan dan bertanggung jawab terhadap pemasangan symbol penanda tersebut.

Ketentuan pemasangan symbol tersebut diatas diatur sebagai berikut:

1. Harus sesuai dengan gambar diatas.

2. Label harus terang dan dapat dibaca.

3. Permanen dan tidak dapat terpindahkan, atau dilepas/dikelupas.

4. Ditempatkan pada lokasi yang jelas terlihat, sekurangnya dua sisi yang besebelahan.

5. Tidak memakai warna merah dan orange, sebab warna tersebut sudah dipakai untuk label barang berbahaya dan pecahbelah.

6. Packing material dapat di daur, dapat dirakit kembali, dapat diperbaiki dan semua nya harus mendapat perlakuan dan di label kembali.

7. Menggunakan label yang sesuai untuk dunnage.

IV. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Derlukan penetapan standar wood packaging material untuk Pallets, Box, Dunnage, topframe, dll yang terbuat dari kayu dengan standar Nasional Indonesia (SNI) yang termasuk didalamnya terdapat standar perlakuan, pelabelan dan pengawasan dari Karantina Tumbuhan.

  2. Dengan adanya standar SNI tersebut diatas maka dapat diberlakukan pada produsen, pembuat, packing material dari kayu agar sesuai dengan ketentuan internasional.

  3. Prosedur Ekspor, Impor dan antar area untuk lalulintas pembungkus kayu perlu ditetapkan oleh Badan Karantina Pertanian, dengan mengadopsi standar dari ISPM No.15 dengan pemberlakuaannya.

  4. Kajian OPT dan OPTK baik yang belum maupun yang sudah terdapat di Indonesia yang beasosiasi dengan pembungkus kayu dengan mengacu pada hama yang terdapat pada kayu.

  5. Perlakuan pada pembungkus kayu oleh pihak ketiga dapat dilaksanakan dengan perusahaan yang telah terakreditasi oleh Badan Karantina Pertanian.

  6. Untuk wood packaging material yang berasal dari bahan yang sudah melalui proses pemanasan bertekanan (corrugated) dan bahan dari plastik dibebaskan dari ketentuan phytosanitary.

  7. Perlakuan kayu sebagai packaging material yang ditetapkan oleh IPPC adalah:

    q Fumigasi (MB)
    q Heat Treatment (HT) suhu pemanasan inti kayu 56oC selama 30 menit
    q Perlakuan kimia dengan proses pemanasan bertekanan (chemical pressure impregnation)
    q Pencelupan dengan kimia

DAFTAR PUSTAKA

  1. ISPM Pub. No. 15 Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade, 2002, FAO, Rome.
  2. Report on Risk Analysis of Bursaphelenchus xylophilus Wooden Package Imported from USA and Japan, 2002.

Kutipan *) disusun Oleh: Suwardi Suryaningrat.